BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang.
Aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Saat ini beberapa televisi bahkan membuat program khusus yang menyiarkan berita tentang aksi kekerasan. Aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan, di sekolah, bahkan di kompleks perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/massal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok.
Sikap agresif merupakan penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hal orang lain. Salah satu faktor penyebab agresi yang pertama adalah frustasi. Frustasi dapat menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah yang dapat memicu seseorang melakukan perilaku agresi. Frustasi itu sendiri adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan (Sarwono, 2002). Frustasi dapat disebabkan oleh pola asuh otoriter. Sikap orang tua yang terlalu menuntut dapat membuat anak frustasi. Frustasi dapat ditimbulkan oleh orang tua yang menginginkan anaknya tunduk dan patuh serta selalu menuruti semua kehendak orang tuanya. Orang tua yang terlalu keras serta tidak responsif pada kebutuhan anak akan membuat anak cenderung menjadi takut serta murung. Kondisi‐kondisi itu bisa melandasi perilaku agresif. Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh rang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan melapiaskannya kepada orang lain dalam
bentuk
perilaku agresif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agresi
Berkowitz (1995) mendefinisikan
agresi sebagai segala bentuk perilaku yang disengaja untuk menyakiti seseorang,
baik secara fisik maupun mental.
Dalam psikologi dan ilmu sosial
lainnya, pengertian agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat
objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi dapat dilakukan secara verbal
atau fisik. Perilaku yang secara tidak sengaja menyebabkan bahaya atau sakit
bukan merupakan agresi. Pengrusakan barang dan perilaku destruktif lainnya juga
termasuk dalam definisi agresi. Agresi tidak sama dengan ketegasan[1].
B.
Teori-Teori Agresi.
a. Teori Bawaan
Teori bawaan atau bakat
terdiri atas teori naluri dan teori biologi.
1). Teori Naluri
Freud
dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari
dua naluri dasar manusia. Jika naluri seks berfungsi untuk melanjutkan
keturunan, naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut
berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang
disebut id yang pada prinsipnya selaku ingin agar kemauannya dituruti
(prinsip kesenangan atau pleasure principle). Akan tetapi, tidak semua
keinginan id dapat terpenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari
kepribadian yang dinamakan super-ego yang mewakili norma-norma
yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan dengan kenyataan.
2). Teori Biologi
Moyer
(dalam Sarwono, 1997) berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses
tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon
laki-laki (testoteron) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif.
b. Teori Lingkungan
1). Teori Frustasi-Agresi
Klasik
Teori
yang dikemukakan oleh dollard dkk. (1993) dan Miller (1941) ini intinya
berpendapat bahwa agresi dipicu oleh frustasi. Frustasi itu sendiri artinya
adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan. Dengan demikian, agresi
merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi.
2) Teori Frustasi-Agresi
Baru
Dalam
pengembanganya kemudian terjadi bebapa modifikasi terhadap teori
Frustasi-Agresi yang klasik. Salah satu modifikasi adalah Burnstein &
Worchel (1962) yang membedakan antara Frustasi dan iritasi. Jika suatu hambatan
terhadap pencapaian. Jika suatu hambatan terhadap pencapaian tujuan dapat dapat
dimengerti alasanya, yang terjadi adalah iritasi (Gelisah, sebal), bukan
frustasi (Kecewa, putus asa).
Selanjutnya,
Berkowitz (1978,1989) mengatakan Fustasi menimbulkan kemarahan dan emosi marah
inilah yang memicu agresi. Marah itu sendiri baru timbul jika sumber frustasi
dinilai mempunyai alternative perilaku
lain yang menimbulkan frustasi itu
Hal
lain yang perlu diketahui tentang hubungan antara frustasi dan agresi ini
adalah bahwa tidak selalu agresi berhenti atau tercegah dengan sendirinya jika
hambatan terhadap tujuan sudah teratasi.
c.
Teori Belajar Sosial
Berbeda
dari teori bawaan dan teori frustasi agresi yang menekankan faktor-faktor dorongan
dari dalam, teori belajar sosial lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar.
Bandura (dalam Sarwono, 1997) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun
perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam
lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa.[2]
C.
Pengaruh terhadap Agresi.
- Kondisi Lingkungan.
Pada
manusia, bukan hanya sakit fisik yang dapat memicu agresi, melainkan juga
karena sakit hati (Psikis) (Berkowitz, 1983,1989).
Demikian
pula udara yang sangat panas lebih cepat memicu kemarahan dan agresi (Griffit,
1971)
Faktor
lingkungan lain yang dapat memicu agresi, khususnya terhadap wanita, adalah
pornografi. Dalam hubungan ini yang memicu agresi bukanlah pemaparan tubuh
wanita, melainkan bagaimana reaksi wanita digambarkan dalam media pornografi
itu. Media yang dimaksud dapat seperti televisi, majalah, dll.
- Pengaruh Kelompok.
Pengaruh
kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain adalah menurunkan hambatan dari
kendali moral. Misalnya adanya kerusuhan atau keroyokan antar pelajar,
orang yang tadinya ragu-ragu untuk
ikut-ikutan, tetapi karena adanya pengaruh dari teman-temanya, maka seseorang
tersebut ikut melakukan pengeroyokan
juga.
Pengaruh
lain dari kelompok terhadap perilaku agresif adalah penggunaan alcohol.
Khususnya di negara-negara maju yang terletak di wilayah-wilayah dengan musim
dingin, alcohol bukan hanya digunakan sebagai sarana pergaulan. Akan tetapi,
pengaruh alcohol dapat memicu agresivitas. Karena itulah dalam kenyataanya
tempat-tempat minum seperti bar-bar merupakan tempat yang memiliki angka
kekerasan dan agresi sangat tinggi.
- Pengaruh Keperibadian dan Kondisi Fisik.
Pengaruh
lain dari sifat keperibadian adalah sifat pemalu. Orang yang bertipe pemalu
cenderung menilai rendah diri sendiri, tidak menyukai orang lain, dan cenderung
mencari kesalahan kepada orang lain. Oleh karena itu. Tipe pemalu cenderung
lebih agresif dari orang yang tidak pemalu (Tangney, 1990; Harder & Lewis,
1986).
Faktor
keperibadian lainya adalah peran jenis kelamin. Pria yang maskulin pada umumnya
lebih agresif dari pada wanita feminism. Gejala ini ada hubunganya dengan
faktor kebudayaan, yaitu pada umumnya wanita diharapkan oleh norma masyarakat
untuk mengekang agresivitasnya. Namun, dengan adanya perubahan budaya, terjadi
pergeseran peran jenis kelamin yang pada giliranya juga akan meningkatkan
agresivitas pada wanita (Sawrie, Watson & Biderman, 1991).[3]
D.
Mengurangi Agresi.
Sampai
saat ini belum ada resep manjur untuk menghilangkan agresi sehingga kasus-kasus
seperti pembunuhan, agresi Amerika pada Irak, atau Terorisme yang masih
berlangsung.
Usul
lain dari teori belajar adalah dengan melatih orang tua untuk mendidik
anak-anak mereka tanpa kekerasan. Anak-anak ternyata banyak meniru dari orang
tuanya yang sedikit-sedikit berteriak, menjerit, marah-marah, baik antar suami
istri, tetangga, maupun kepada anak-anak sendiri. Jika orang tua dapat
mengurangi kebiasaan perilaku agresi sperti itu, diharapkan anak-anak juga akan
berkurang agresivitasnya (Goldstein & Glick, 1994)
Cara
lain adalah mengurangi sarana atau prasarana yang dapat memicu agresi, seperti
tempat penjualan minum-minuman (Bar), meniadakan media masa seperti majalah
& video yang berbau pornografi.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono sarlito wirawan. Individu dan teori-teori psikologi sosial.Jakarta:
Balai Pustaka, 2002
http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi
tolong dong kasih contoh kasus nya tentang agresi,,,,,! aplikasinya yang ada dalam kehidupan di indonesia itu seperti apa ?
BalasHapusMaaf baru bisa balas :
Hapushmmm.. kalo contoh kasusnya tentang agresi :
1. Misalnya ada peperangan..
2. Kekerasan dalam keluarga (KDRT)
3. Pembubuhan, dsb..
aplikasi seperti apa yang dimaksud?